Preloader
Drag

Trik Menentukan Harga Produk BUMDes yang Kompetitif tapi Menguntungkan

Menyusun Strategi Harga yang Cerdas, Adil, dan Berbasis Potensi Desa

Menentukan harga jual produk atau layanan adalah seni sekaligus ilmu dalam menjalankan usaha. Hal ini menjadi lebih menantang ketika kita berbicara tentang BUMDes, karena BUMDes bukan sekadar unit bisnis biasa — ia juga membawa misi sosial dan ekonomi bagi desa. Salah menetapkan harga bisa membuat produk tak laku atau bahkan menyebabkan kerugian berkepanjangan.

Tapi jangan khawatir, artikel ini akan memandu Anda selangkah demi selangkah dalam menyusun strategi penetapan harga yang sehat, berkelanjutan, dan berpihak pada masyarakat.

  1. Menentukan Harga Berdasarkan Komponen Biaya yang Jelas

Langkah paling dasar namun sering diabaikan oleh BUMDes adalah tidak mengetahui total biaya secara menyeluruh. Banyak BUMDes yang hanya melihat harga bahan baku, padahal biaya lainnya juga sangat menentukan.

     Komponen yang perlu dihitung:

  • Biaya tetap (fixed cost): gaji pengelola, listrik bulanan, sewa bangunan 
  • Biaya variabel (variable cost): bahan baku, ongkos produksi, bahan bakar 
  • Biaya distribusi & promosi: kemasan, spanduk, biaya WhatsApp Business, pengiriman 
  • Penyusutan alat & pemeliharaan: mesin penggiling, oven, freezer 
  • Margin keuntungan: misalnya target 25–30% dari total biaya 

📌 Contoh Sederhana:

Produk: Minyak Kelapa Murni

  • Biaya bahan baku: Rp8.000/liter 
  • Biaya tenaga kerja & operasional: Rp3.000 
  • Biaya kemasan: Rp2.000 
  • Total biaya: Rp13.000 
  • Margin 30% = Rp3.900 
  • Harga jual minimum: Rp16.900 

Dengan mengetahui semua ini, Anda bisa memastikan harga jual tidak akan membuat BUMDes merugi, meskipun harus bersaing dengan harga pasar.

2. Mengenali Karakter dan Segmen Pasar Desa

Tidak semua warga desa memiliki daya beli yang sama. Oleh karena itu, penting bagi BUMDes untuk melakukan segmentasi pasar, setidaknya menjadi tiga kelompok:

  • Masyarakat menengah ke bawah → fokus pada produk kebutuhan pokok, harga terjangkau 
  • Masyarakat menengah → lebih peduli kualitas dan layanan 
  • Masyarakat luar desa (wisatawan atau kota) → bisa menerima harga lebih tinggi dengan packaging menarik dan nilai cerita 

Dengan memahami siapa pembeli utama, Anda bisa membuat strategi harga diferensial (harga yang disesuaikan dengan segmen) yang tetap adil dan menguntungkan.

3. Terapkan Prinsip “Berbagi Nilai”, Bukan Sekadar Menjual Barang

Salah satu pendekatan modern dalam menetapkan harga adalah “Value-Based Pricing”. Artinya, harga tidak hanya ditentukan dari biaya produksi, tapi juga dari nilai yang dirasakan pembeli.

Contoh:

  • Produk sabun herbal hasil buatan ibu-ibu PKK → tambahkan nilai cerita, branding “produk lokal asli desa”, kemasan ramah lingkungan. 
  • Harga bisa sedikit lebih mahal daripada sabun biasa, karena ada nilai sosial dan kesehatan di dalamnya. 

BUMDes bisa memanfaatkan nilai lokal, kearifan tradisional, dan misi pemberdayaan untuk menciptakan “harga emosional” yang tetap logis dan bisa diterima oleh pembeli, bahkan yang berasal dari luar desa.

4. Strategi “Bundle Price” untuk Meningkatkan Daya Beli

Bundling atau paket penjualan adalah cara jitu untuk mendorong penjualan dan menghindari kesan harga mahal. Contoh:

  • Paket “Serba Sehat” → 1 liter madu + 1 botol minyak kelapa + sabun herbal dengan diskon 10% 
  • Paket “Oleh-Oleh Khas Desa” → keripik pisang, kopi bubuk lokal, dan gantungan kunci kerajinan 

Trik ini membantu:

  • Meningkatkan volume penjualan 
  • Menarik perhatian pembeli 
  • Mengurangi beban biaya promosi produk satuan 
5. Hindari Kompetisi Harga, Bangun Loyalitas Pelanggan

BUMDes tidak harus ikut-ikutan “perang harga” seperti toko modern. Justru, BUMDes harus membangun loyalitas masyarakat dengan kualitas dan pelayanan.

Triknya:

  • Buat program kartu pelanggan atau diskon khusus warga desa 
  • Berikan reward untuk pembelian rutin 
  • Jalin komunikasi aktif lewat media sosial desa atau grup WhatsApp 

Dengan cara ini, harga bukan satu-satunya alasan orang membeli, tapi karena kepercayaan dan kepedulian terhadap usaha desa sendiri.

6. Buat Rencana Kenaikan Harga yang Bertahap

Harga bahan baku bisa naik sewaktu-waktu. Tapi kalau harga produk BUMDes langsung melonjak, bisa menimbulkan keluhan warga. Maka penting untuk:

  • Sosialisasi kenaikan harga jauh-jauh hari 
  • Berikan alasan rasional seperti naiknya biaya bahan baku atau listrik 
  • Tambahkan sedikit nilai lebih pada produk saat harga naik (misalnya kemasan lebih bagus) 

Kenaikan harga yang terencana dan terkomunikasikan dengan baik akan tetap diterima oleh masyarakat.

7. Bangun Transparansi dan Edukasi Harga kepada Warga

Kadang masyarakat mengeluh soal harga karena tidak paham biaya dan proses produksinya. Maka BUMDes bisa melakukan:

  • Edukasi melalui media sosial desa tentang proses produksi 
  • Workshop atau tur mini “lihat langsung cara pembuatan produk” 
  • Poster transparansi harga yang ditempel di toko BUMDes 

Semakin warga tahu bagaimana produk dibuat, semakin besar empati dan dukungan mereka terhadap harga jual yang adil.

8. Libatkan Komunitas untuk Uji Coba Harga

Sebelum menetapkan harga final, coba lakukan diskusi terbuka dengan kelompok warga:

  • Tanya: “Menurut ibu-ibu, harga sabun ini cocoknya berapa?” 
  • Coba jual dengan dua harga berbeda di dua tempat 
  • Minta feedback: “Kalau kami naikkan Rp1.000, apakah masih bisa diterima?” 

Langkah ini akan membentuk hubungan dua arah antara BUMDes dan masyarakat, serta mengurangi risiko produk gagal di pasaran karena salah harga.

Penutup: Harga yang Baik adalah Harga yang Jujur, Adil, dan Tahan Lama

Menentukan harga bukan sekadar soal untung rugi. Ia adalah bagian dari strategi membangun kemandirian ekonomi desa. Harga yang baik akan:

  • Memberikan keuntungan yang cukup bagi BUMDes untuk berkembang 
  • Tidak membebani masyarakat kecil 
  • Menguatkan kepercayaan dan loyalitas warga 
  • Menjadi cerminan kualitas dan nilai lokal desa itu sendiri

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *